BALEG MINTA MASUKAN TNI DAN POLRI TERKAIT UU PKS

02-02-2011 / BADAN LEGISLASI

            Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan Polri, TNI dan Kementerian Hukum dan HAM, terkait akan dibahasnya RUU tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS). RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam mengatasi berbagai konflik sosial yang terjadi di tanah air.

            Ketua Baleg Ignatius Mulyono menyampaikan hal ini saat memimpin rapat dengar pendapat dengan Dirjen Kesbangpol Kementerian Hukum dan HAM, Kadivkum Mabes Polri, dan perwakilan dari TNI, Selasa (1/2) di gedung DPR. 

            Mulyono mengatakan, sebagai aparat yang menjaga keamanan negara masukan dari ke tiga lembaga ini sangat penting untuk menyempurnakan draf RUU yang telah dibuat. Karena jajaran TNI dan Polri inilah sebagai garis depan jika terjadi konflik di berbagai daerah.

Ketua Baleg menambahkan, dalam mendifinisikan konflik sosial, perlu merumuskan kriteria-kriteria yang dapat digunakan,  seperti jenis konflik, pihak yang terlibat posisinya bagaimana, besarnya pihak yang terlibat, maupun kekuatan dari konflik tersebut.

Karena, kata Mulyono,  pemicu konflik itu mencakup berbagai hal, baik dari aspek politik, hukum, ekonomi dan sosial. “Berbagai aspek inilah yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam mendifinisikan konflik,” katanya. 

            Sementara anggota Baleg Nasir Djamil mempertanyakan apakah dengan adanya UU PKS dapat menyelesaikan konflik sosial yang ada di negeri ini. Karena dari penjelasan Kadivkum Polri prinsip utama timbulnya konflik itu masalah ekonomi, kesejahteraan dan pembangunan yang tidak merata.

Nara sumber dari Kepolisian juga mengatakan, konflik-konflik sosial yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Makasar dan kota-kota besar   lainnya,  ternyata tidak pernah tuntas penyelesaiannya. Dan Mabes POLRI masih punya harapan bahwa RUU PKS ini bisa menuntaskan konflik-konflik sosial yang tidak pernah tuntas penyelesaiannya selama ini.

Dalam kesempatan tersebut Nasir juga mempertanyakan, apakah keberadaan RUU tentang Penanganan Konflik Sosial ini betul-betul diperlukan, mengingat munculnya konflik tersebut disebabkan faktor ekonomi, kesejahteraan dan pembangunan yang tidak merata. 

Menurutnya, pendekatan mana yang lebih diutamakan, apakah pendekatan Undang-undang atau melalui  pendekatan ekonomi, kesejahteraan dan pembangunan yang merata.

            Pertanyaan yang sama juga disampaikan anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin, yang menanyakan apakah RUU tersebut memang betul-betul sudah diperlukan.

            Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Mudji Waluyo mengatakan, RUU ini merupakan salah satu RUU yang politik hukumnya sangat strategis untuk mengatasi konflik sosial yang hampir tidak pernah tuntas penyelesaiannya sampai saat ini.

            Bila Undang-undang ini telah disahkan, katanya, dapat dijadikan sebagai salah satu sarana (law is as a tool) untuk menanggulangi masalah politik sosial yang terjadi di Indonesia.

            Menurutnya, penanganan konflik sosial yang dilakukan selama ini pada umumnya bersifat sektoral/belum ditangani secara sistematis dan belum ada satu lembaga yang dikedepankan sebagai pihak yang memfasilitasi atau mengkoordinir untuk menanggulangi masalah-masalah konflik sosial. “Jadi sifatnya masih dadakan,” katanya.

            Mudji setuju jika pendekatan penyelesaian dalam RUU ini tidak melalui pendekatan represif melainkan penyelesaian secara damai sebagaimana menjadi jiwa kehidupan bangsa Indonesia.

            Demikian juga menjadi bagian dari wacana penyelesaian perkara melalui restorative justice yang terus berkembang sampai saat ini baik melalui adat maupun badan-badan yang akan dibentuk.

            Namun dalam hal ini Mudji mengingatkan, bahwa secara keseluruhan substansi yang diatur dalam draft RUU tentang Penanganan Konflik Sosial dan yang diatur dalam draft RUU tentang Keamanan Nasional (Kamnas), boleh dikatakan secara implisit sudah tercakup dalam RUU tentang Kamnas.   

            Seperti telah ditentukan bagaimana cara bertindak dalam keadaan tertib sipil, keadaan darurat militer, keadaan perang dan dalam keadaan bencana alam. Selain itu, dalam draft RUU Kamnas telah ditentukan unsur perbantuan dalam mengatasi satu permasalahan keamanan nasional yang tidak dapat diatasi dalam keadaan biasa.

            Untuk itu, kata Mudji, perlu dilakukan harmonisasi dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada agar tidak menimbulkan konflik penanganan konflik di lapangan. (tt)

 

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...